MASUKAN KATA DI KOTAK BAWAH INI UNTUK MENCARI.. LALU KLIK TOMBOL "SEARCH"

October 22, 2013

Menghina Islam & Nabi Muhammad, Produser Film Fitna Akhirnya Mualaf dan Naik Haji

Baca Artikel Lainnya

Tahun 2008 lalu, umat Islam marah atas munculnya film besutan Belanda berjudul Fitna (Hasutan) karena menggambarkan Nabi Muhammad SAW secara salah. Tahun berganti, produser film tersebut kini justru menjadi pemeluk Islam dan naik haji tahun ini.
Arnoud Van Doorn @foto: muslimvillage.com

Produser film itu adalah Arnoud Van Doorn. Dulu dia adalah anggota Partai Kebebasan pimpinan Geert Wilders, politisi rasis Belanda. Van Doordn memeluk Islam tahun 2012 setelah bertahun-tahun berpropaganda melawan ajaran Islam.


Van Doorn menyesal telah mengambil bagian dalam produksi film penuh kebencian Fitna. Dia mengatakan, sekarang dia berada di Tanah Suci untuk menebus dosa-dosanya.

"Saya mendapati diriku di antara hati-hati yang beriman. Saya berharap bahwa air mata penyesalan saya akan mencuci segala dosa saya setelah pertobatan saya, " kata Van Doorn seperti diberitakan media Saudi Gazette, Jumat 18 Oktober 2013.
saudi2.jpg

Sebagai penebusan dari kesalahannya selama ini, Van Doorn berkomitmen untuk memproduksi sebuah film baru yang akan menunjukkan esensi sejati dari Islam dan kepribadian yang benar dari Nabi Muhammad SAW.

Van Doorn menyebut film Fitna berisi informasi yang benar-benar salah, menyesatkan, dan tidak benar, yang tidak ada hubungannya dengan agama Illahi yang mulia atau Nabi Muhammad SAW.

Ia mengatakan bahwa sejak kedatangannya di Tanah Suci , ia telah menjalani hari-hari terbaik dalam hidupnya dan ia berharap bahwa ia bisa menghabiskan lebih banyak waktu di Madinah. Dia juga bertekad untuk kembali ke kota itu setelah ibadah hajinya tuntas.

"Saya merasa malu berdiri di depan makam Nabi. Saya berharap Allah akan mengampuni saya dan menerima tobat saya, " katanya.

Van Doorn menyatakan dia membaca banyak tentang Islam dan menyesali perseteruannya dengan agama tersebut.
Berita terkait dia menjadi seorang muslim menjadi gaung besar di media-media kala itu. Padahal dia seorang mantan wakil ketua Partai Bagi Kebebasan Belanda (PVV) pimpinan Geert Wilders, politisi Belanda terkenal dengan gerakan anti-Islam, seperti dilansir situs yjc.ir, Maret lalu.
Namun, setelah mempelajari Islam, Doorn akhirnya memutuskan untuk menjadi mualaf. Dia bersyahadat di akun Twitter miliknya dengan menggunakan bahasa Arab dan mengejutkan semua orang.
Doorn, 46 tahun, merupakan sosok yang sopan dan lembut. Dia percaya bahwa Islamofobia atau diskriminasi terhadap Islam dan kaum muslim di Eropa berasal dari media-media Barat dan upaya pemerintah untuk memperlihatkan citra Islam yang gelap. Dia bahkan mengatakan jika orang-orang di Eropa tahu betapa indah dan bijaksananya Islam, maka mereka semua pasti akan menjadi mualaf.
Dalam sebuah wawancara dengan Kantor Berita Ma'an (MNA), Doorn menyatakan minatnya untuk melakukan perjalanan ke Iran dan negara-negara Islam lainnya. Dia menjelaskan bahwa dirinya berharap dapat melihat beberapa kota di Negeri Mullah itu, seperti Isfahan, Shiraz, dan Qum.
Produser Film Hina Nabi Muhammad Naik Haji
"Saya telah mempelajari Alquran berdasarkan keingintahuan, yang saya mulai sekitar setahun lalu setelah saya meninggalkan PVV. Sebelum itu saya hanya mendengar cerita negatif tentang Islam. Semakin saya membaca juga Alquran, semakin saya yakin bahwa Islam adalah agama yang benar-benar indah dan bijaksana," kata Doorn.
"Saya telah memiliki pendidikan agama sebagai seorang Kristen, jadi saya sudah memahami banyak nilai-nilai. Lebih mudah untuk dari seorang Kristen menjadi seorang muslim daripada dari seorang yang tidak memiliki kepercayaan, karena saya sudah mengenal hal-hal tentang para nabi, malaikat, dan ajaran yang diperlukan dalam agama apapun," lanjut dia.
Doorn mengatakan sangat menyesal telah menghina Islam. "Semoga penyesalan, pertobatan, dan air mata saya dapat mencuci seluruh dosa saya," ujarnya usai melaksanakan ibadah haji, seperti dikutip situs Irib.
Dia juga menyatakan sejak dirinya naik haji dan datang ke tanah suci telah menjadi hal terbaik dalam hidupnya. Dia mengaku merasa malu saat berada depan makam Nabi Muhammad. "Saya benar-benar berharap Allah mengampuni saya. Saya mempunyai salah besar telah menjelekkan Nabi Muhammad," ucap dia.
Doorn menjadi salah satu dari 15 ribu mualaf Belanda tahun ini. Jumlah itu meningkat dari tahun lalu hanya Jumlah mualaf Belanda telah meningkat dari 12 ribu orang.

Mantan politikus anti-Islam Belanda, Arnoud Van Doorn begitu menikmati pengalaman pertamanya melaksanakan ibadah haji. Di tanah suci, Van Doorn merasakan kedamaian dan ketenangan.

Saya berharap air mata penyesalan ini akan mencuci segala dosa yang saya buat," kata dia kepada Saudi Gazzete, Jumat (25/10).

Doorn, mantan anggota Partai Kebebasan sayap kanan ( PVV ) belum lama menjadi mualaf. Putusan ini muncul setelah cukup lama mempelajari Islam selama berkampanye anti-Islam dan memproduksi film berjudul Fitna.

Doorn mengatakan sejak kedatangannya di tanah suci , ia telah menjalani hari terbaik dalam hidupnya . Ia berharap bisa menghabiskan waktu lebih banyak di Madinah. Ia pun berencana kembali ke Madinah setelah prosesi haji selesai.
"Saya merasa malu berdiri di depan makam Nabi Saw. Saya memikirkan kesalahan besar. Semoga Allah memaafkan saya," kata dia.

Kunjungannya ke tanah suci Makkah dan Madinah bukanlah yang pertama . Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, politisi Belanda menuju kota suci Makkah guna menunaikan umrah usai bertemu dua imam Masjid Nabawi , Sheikh Ali Al - Hudaifi dan Sheikh Salah Al - Badar.









Pesan Moral

Mensyukuri Hidayah
Orang yang mendapatkan hidayah hendaknya banyak bersyukur. Tanpa kehendak Allah swt., mereka tidak akan pernah bisa meniti jalan menuju surga. Apapun usaha yang telah dan sedang mereka lakukan; sebesar apapun mukjizat yang telah mereka saksikan. Allah swt. 
berfirman, 
“Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” [Al-An’am: 111].

Oleh karena itu, banyak kita dapati fenomena orang telah hapal Al-Qur’an, menguasai bahasa Arab, dan mengkaji ilmu-ilmu Islam, tapi tidak beriman kepada Allah swt. Fenomena isteri atau anak seorang nabi menentang Allah swt. Ini semua membuktikan bahwa hidayah keimanan ada di tangan Allah swt.

Orang yang telah mendapat hidayah dan tergerak hatinya untuk meniti jalan menuju surga sangatlah beruntung. Karena semua manusia berada dalam kesesatan. Jiwa, syahwat, dan nafsunya lebih cenderung kepada keburukan. Gemerlap dunia membuatnya silau sehingga dia tertipu. Setan tidak henti-hentinya menggoda dan membisikkan keburukan. Manusia benar-benar dikepung oleh dengan faktor kesesatan. Ketika Allah swt. membimbingnya menuju keimanan, maka dia adalah manusia pilihan Allah swt. Hendaknya dia mensyukuri dan melestarikan hidayah tersebut dengan selalu menaati tuntunan Allah swt.

Dibiarkan dalam Kesesatan, Bukan Disesatkan
Allah Maha Adil, dan tidak pernah berbuat dhalim. Karena perbuatan dhalim seperti mencuri, menipu, dan merampas, terjadi perasaan butuh. Sedangkan Allah swt. tidak butuh apapun. Segala sesuatu yang ada di alam raya, termasuk manusia, adalah milik Allah swt. Dia Maha Kaya; tidak memerlukan selain-Nya. Sebaliknya, yang lain membutuhkan-Nya.

Dalam sebuah hadits qudsi, Allah swt. berfirman, “Jika seluruh manusia dan jin, dari yang pertama diciptakan hingga yang terakhir, masing-masing memohon kepada-Ku, lalu Aku berikan semua apa yang mereka minta, hal itu tidak akan mengurangi apa yang Kumiliki, hanya seperti air yang menempel di jarum ketika dimasukkan ke dalam lautan.
 [HR. Muslim].

Allah Maha Adil ketika membiarkan sebagian manusia dalam kesesatannya. Misalnya karena mereka memang menyenangi kesesatan, tidak memohon hidayah, meninggalkan kebenaran setelah mengetahuinya, dan sebagainya. Sejarah banyak mencontohkan orang-orang seperti ini. Fir’aun adalah penguasa dunia yang sudah mengetahui kebenaran dakwah Musa as. Bahkan dia sempat mengucapkan keimanannya saat dirundung musibah. Namun setelah selesai, dia kembali kafir.

“Dan mereka (Fir’aun dan pengikutnya) berkata, “Hai ahli sihir (Musa as.), berdoalah kepada Tuhanmu untuk (melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu; sesungguhnya kami (jika doamu dikabulkan) benar-benar akan menjadi orang yang mendapat petunjuk. Maka tatkala Kami hilangkan siksaan itu dari mereka, dengan serta-merta mereka memungkiri (janjinya).” [Az-Zukhruf: 49-50].

Setelah berdialog dengan Abu Sufyan, Heraklius menyimpulkan dan meyakini bahwa Muhammad saw. adalah utusan Allah swt. Namun segera dia menyebutkan alasan untuk menolak kebenaran tersebut, “Seandainya aku bukan penguasa, aku pasti akan segera mendatangi Muhammad, dan aku basuh kakinya.”

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kemudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) memberi mereka hidayah kepada jalan yang lurus.” [An-Nisa’: 137]


MAHALNYA SEBUAH HIDAYAH



Dalam ilmu Kalam (teologi) telah terbukti bahwa manusia memiliki ikhtiar dan kebebasan dalam melaksanakan aktivitas-aktivitasnya, dan ajaran-ajaran al-Quran pun tidak bertentangan dengan hakikat ini bahkan memberikan pembenaran terhadapnya. Akan tetapi dikarenakan sebagian dari ayat-ayat al-Quran merupakan tafsir dan penjelas bagi ayat-ayat lainnya, maka ayat-ayat tersebut harus diletakkan secara berdampingan sehingga ditemukan makna yang sesungguhnya. Jika kita perhatikan, kata idhlâl (menyesatkan) di dalam ayat-ayat al-Quran dinisbatkan kepada Tuhan, setan dan kepada yang lainnya. Namun yang harus diperhatikan di sini adalah dalam kondisi seperti apa, bagaimana dan kepada siapakah sehingga Tuhan dikatakan sebagai menyesatkan?

Tindakan menyesatkannya-nya Tuhan bukanlah perbuatan menyesatkan yang telah ada sejak awal, perbuatan menyesatkan yang dilakukan oleh Tuhan hanya ditujukan kepada mereka yang menyesatkan dirinya sendiri dengan kehendaknya sendiri. Dalam surah al-Baqarah (2) ayat ke 26, Tuhan berfirman, "Dengan perumpamaan itu, Dia menyesatkan banyak orang, dan dengan perumpamaan itu (pula) Dia memberikan petunjuk kepada banyak orang. Dan Dia tidak akan menyesatkan dengan perumpamaan itu kecuali orang-orang yang fasik."

Lahiriah dari penjelasan ayat ini boleh jadi akan menimbulkan sangkaan bahwa hidayah dan kesesatan memiliki dimensi jabr dan keterpaksaan dan hanya mengikuti kehendak-Nya saja. Padahal redaksi terakhir dari ayat ini menjelaskan tentang hakikatnya dan menganggap bahwa sumber hidayah dan kesesatan adalah perbuatan manusia itu sendiri.

Jawaban Detil



Pada beberapa masalah dalam Al-Quran al-Karim, Tuhan Yang Maha Tinggi mengetengahkan tentang persoalan hidayah dan kesesatan dengan penjelasan yang berbeda.


Sebelumnya penting untuk diperhatikan bahwa sebagian dari ayat-ayat al-Quran tidak bisa menafsirkan dan mengambil kesimpulan secara sendiri, melainkan untuk memahami makna hakikinya harus menggunakan peran ayat-ayat yang lain.



Berikut ini adalah beberapa ayat yang serupa:
Pada surah an-Nahl (16) ayat ke 93, Tuhan berfirman, "Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja dan memaksamu untuk beriman). Tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan."
Pada surah al-Kahf (18) ayat ke 17, berfirman, "Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya."

Sedangkan surah al-A'raf (7) ayat ke 286, berfirman, "Barang siapa yang Allah sesatkan, maka ia tidak memiliki orang yang akan memberi petunjuk. Dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kezaliman mereka."
Demikian juga pada surah al-Zumar (35) ayat ke 36-37, Tuhan berfirman, "Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun yang menjadi pemberi petunjuk baginya. Dan barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat menyesatkannya. Bukankah Allah Maha Perkasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) mengazab?"
Pada tafsir Al-Mizan ketika menjelaskan tentang ayat ke 93 dari surah An-Nahl (16), Alamah Thabathabai Ra berkata, "Maksudnya adalah bahwa Tuhan mampu menciptakan seluruh manusia dalam satu tingkatan dari sisi hidayah dan kebahagiaan. 

Sedangkan yang dimaksud dengan disesatkannya sebagian dan diberinya petunjuk pada sebagian yang lain bukanlah petunjuk dan kesesatan yang telah ditentukan sejak awal, melainkan merupakan kesesatan dan petunjuk yang bersifat imbalan dan konsekuensi, karena seluruh mereka, baik yang terhidayahi maupun yang tersesat, pada awalnya memiliki hidayah. Orang yang akan disesatkan oleh Tuhan adalah mereka yang memilih jalan kesesatannya sendiri, yaitu mereka yang melakukan maksiat dan tidak menyesali tindakannya, sedangkan orang yang dihidayahi oleh Tuhan adalah mereka yang tidak kehilangan hidayah fitrinya dan menapakkan langkahnya berdasarkan hidayah fitri tersebut, atau senantiasa berada dalam ketaatan, atau jikapun ia melakukan dosa dan maksiat, maka dia akan kembali ke jalan yang lurus dan kembali kepada sunnah Ilahi yang tidak akan mengalami perubahan.

Pada dasarnya ayat yang berbunyi, "Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan", merupakan sebuah kalimat untuk menghilangkan sangkaan yang mungkin saja akan muncul dalam benak manusia yaitu bahwa keberadaan hidayah dan kesesatan di tangan Tuhan akan membatalkan dan menghilangkan kebebasan manusia, selanjutnya dengan batalnya kebebasan ini maka persoalan kenabian dan risalah pun akan menjadi batal. Untuk menghilangkan sangkaan seperti ini maka jawabannya adalah, tidak, masalah ikhtiar dan kebebasan masih tetap ada, dan keberadaan hidayah serta kesesatan di tangan Tuhan tidak akan membatalkan kebebasan kalian, karena Tuhan tidaklah menetapkan kesesatan dan hidayah ini sejak awal, kesesatan yang diberikan oleh-Nya merupakan imbalan, yaitu seseorang yang menginginkan kesesatan untuk dirinya sendiri maka dia akan mendapatkannya, demikian juga seseorang yang menghendaki petunjuk dan hidayah, maka dia akan melangkah dalam hidayah, dan kesimpulannya adalah apapun yang kalian kehendaki, maka Tuhan akan membantunya dan Dia akan melangkah lebih awal dalam apa yang kalian pilih."[1]

Keberadaan ayat-ayat al-Quran adalah saling menyempurnakan dan sebagian ayat akan menafsirkan ayat yang lainnya, di sini Tuhan yang berfirman, "Dia akan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya", tak lain adalah Tuhan yang berfirman, "Allah akan menyesatkan orang-orang yang tersesat"[2], dan tak beda dengan Tuhan yang berfirman, "Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu"[3], atau berfirman, "Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang kafir."[4]

Dengan demikian benar apabila dikatakan bahwa Tuhan akan menyesatkan siapapun yang Dia kehendaki, akan tetapi yang harus diketahui di sini adalah hamba seperti apakah yang terancam dalam kesesatan ini?
Tuhan hanya akan menyesatkan orang-orang yang zalim, pendusta, fasik, berlebih-lebihan, kafir, dan mereka yang tidak mentaati perintah-Nya. Jadi mukadimah dan pendahuluan dari penyesatnya Tuhan sebenarnya berada di tangan hamba-Nya itu sendiri. Demikian juga halnya dalam kaitannya dengan hidayah, dalam masalah inipun terdapat syarat-syaratyang harus terpenuhi. 

Jika Tuhan berfirman, "memberikan petunjuk kepada siapa yang dihendaki" hal ini dengan artian bahwa Dia akan memberikan petunjuk dan hidayah kepada siapapun yang dihendaki-Nya. Terdapat pula ayat-ayat yang membahas tentang syarat-syarat hidayah, di antaranya dalam salah satu ayat yang berfirman, "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami."[5], sementara di tempat lain berfirman, "Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang fasik", "Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang kafir", "Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada mereka yang merencanakan penghianatan", … yaitu Tuhan akan menafikan hidayah-Nya bagi mereka yang tidak berada dalam posisi terhidayahi.

Dengan demikian menjadi jelaslah bahwa orang-orang yang shaleh dan bertakwa sama sekali tidak layak untuk tersesat dan mereka yang membangkang sudah pasti tidak akan layak untuk mendapatkan hidayah. Memaparkan poin berikut ini menjadi urgen bahwa penyajian metode berada dalam tanggung jawab Pencipta, sedangkan pelaksanaan dan kewajibannya berada di tangan makhluk, yaitu untuk mengambil jalan yang telah ditunjukkan kepadanya supaya sampai pada tujuan yang sesungguhnya, dan jika tidak demikian, apabila dia menyimpang dari jalannya dan hasilnya adalah pembangkangan, maka tanggung jawabnya berada di tangannya sendiri. 

Dalam al-Quran al-Karim Tuhan berfirman, "Allah menyeru (manusia) ke Dârus Salâm (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus."[6], yaitu Tuhan memanggil seluruh ciptaan-Nya untuk menuju ke bumi kebahagiaan dan keselamatan. Demikian juga Dia berfirman, "Siapapun yang berkehendak, maka dia bisa memilih jalan Tuhannya, dan akan memperoleh kecenderungan dan kedekatan untuk mendatangi Kami dan Kami akan membimbing dan memberikan hidayah kepadanya". Dan jika tidak demikian, mereka yang tidak memiliki keinginan dan kecenderungan untuk ke arah-Nya, menyimpang dari jalannya yang hak, dan tidak beriman kepada ayat-ayat, rasul-Nya, dan hari kiamat, maka dia akan termasuk dalam golongan ayat berikut, "Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman, (dia akan mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (maka sesungguhnya dia tidak berdosa). Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah akan menimpanya dan baginya azab yang besar."[7]

Jika kita cermati ayat-ayat di atas maka tidak akan tersisa sedikitpun keraguan bahwa Tuhan memberikan kebebasan, ikhtiar dan kemandirian kepada semuanya, sebagaimana firman-Nya, "Sesungguhnya Kami telah menunjukkan jalan (yang lurus) kepadanya; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir."[8]

Dan kesimpulannya adalah bahwa Tuhan tidak akan memberikan hidayah dan petunjuk-Nya kepada orang-orang yang zalim, pendusta, dan orang-orang yang menyimpang, karena sesungguhnya kelompok ini telah berada dalam kesesatan yang nyata, dimana Tuhan berfirman, "Dan barang siapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sungguhlah dia telahtersesat, dalam kesesatan yang nyata."[9], jadi orang yang tidak taat kepada-Nya dan kepada rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dan berada dalam kesesatan yang nyata. Dengan demikian bagi mereka yang berhak untuk mendapatkan hidyah maka Tuhan akan menunjukkan jalannya ke surga dan tidak ada seorang pun yang akan mampu menyesatkannya, dan bagi mereka yang berhak untuk mendapatkan siksa dan terseret ke dalam api neraka, tidak akan ada seorangpun yang akan mampu menjaganya dari siksaan adzab ini. Akan tetapi baik mereka yang berhak mendapatkan adzab ataupun mereka yang berhak mendapatkan pahala, pilihan tersebut pada awalnya telah diserahkan di tangan manusia.

Jika seseorang menjadi zalim, maka Tuhan tidak akan memberinya petunjuk, berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk-Nya kepada orang-orang yang zalim", dan jika seseorang berada dalam ketakwaannya maka Tuhan akan memberikan hidayah kepadanya, sebagaimana firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu (kekuatan) pembeda (antara yang hak dan yang batil di dalam hatimu), menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu."[10]

Oleh karena itu memilih jalan yang baik ataupun yang buruk, sejak awal telah berada di dalam kewenangan kita dan hakikat ini diterima oleh kalbu setiap manusia yang manapun.



Semoga bisa menginspirasi...













references by 
detik, merdeka, dakwatuna, islamquest

added by +Agung YuLy Diyantoro 

 
Like us on Facebook