MASUKAN KATA DI KOTAK BAWAH INI UNTUK MENCARI.. LALU KLIK TOMBOL "SEARCH"

November 15, 2016

Kenapa Bisa Menangis Tanpa Sebab ?

Baca Artikel Lainnya


Nangis tanpa alasan, apa normal? ketawa tanpa alasan, apa normal? Tentu ada sesuatu, bukan? Namun jangan salah, ternyata di dunia psikologi hal tersebut (sedih tanpa alasan) memang eksis. Istilah kerennya hypophrenia. Jadi, sebaiknya kita jangan men-judge yang macam-macam dulu, ya.

Gangguan hypophrenia sendiri ditandai dengan gejala sebagai berikut:

1. Sedih Tanpa Alasan

Kami tidak tahu pasti, apa setiap orang pernah mengalami hal seperti ini. Jadi ada saatnya seperti itu, kita tiba-tiba merasa sedih. Mood yang tadinya stabil, anjlok begitu saja. Bahkan ada yang mengaku, sebelumnya bisa cekikikan sama temen, tapi beberapa menit kemudian malah sesenggukan tak karuan. Anehnya, perasaan itu tidak memiliki latar belakang apapun. Well, kejadian ini bisa jadi gejala utama yang mengindikasikan, apa kita menderita gangguan hypophrenia atau enggak.

2. Sensitif

Tidak sedang datang bulan, tidak pula sedang ditagih utang atau tidak sedang nonton drama sad ending, kita tiba-tiba jadi sensitif. Bawaannya ketus terus. Bahkan hal yang memicunya bisa sangat sederhana. Sedikit-sedikit merasa kecewa, sedih dan marah.

3. Perasaan Kehilangan Mendalam

Bagi penderita hypophrenia, rasa sedih memang muncul begitu saja. Namun sebenarnya bisa dikaitkan dengan masa lalu pahit atau pengalaman buruk yang tak terlupakan. Salah-satunya yaitu kehilangan. Entah itu kehilangan orang terkasih, pudarnya rasa percaya diri, raibnya kepercayaan, dst.

4. Adanya pengalaman traumatis

Pengalaman lain yang mengundang gangguan hypophrenia yaitu sesuatu yang traumatis. Sebagaimana kita tahu, trauma itu suatu rasa yang enggak mudah hilang. Waktu panjang bukan jaminan. Kita bisa saja mengalihkannya – sementara – namun bukan sesuatu yang mustahil kalau efeknya datang tiba-tiba.

Berikut ini beberapa cara yang bisa mengatasi gangguan hypophrenia:

1. Curhat

Kita pasti bingung, kenapa bisa tetiba murung. Diri sendiri saja enggak bisa menjawabnya, apalagi kalau orang lain bertanya. Hal itu tentu akan menambah rasa frustasi. Alhasil, kita selalu mengakhirinya dengan menyendiri. Namun walau bagaimanapun, mengkomunikasikan adalah suatu cara yang lebih bijak ketimbang memendamnya. Utarakan saja pada orang yang kita percaya. Bisa keluarga atau sahabat. Seenggaknya, sesuatu yang mengganjal bisa dikeluarkan. Bukankah ada sensasi plong pasca mencurahkan segalanya?

2. Jauhi Kesendirian

Menyendiri memang kadang kita perlukan, ya. Namun dalam keadaan bersedih, apalagi rasa itu datang mendadak, sebaiknya kita tidak memilih opsi untuk menyendiri. Bisa dibayangkan kalau sedang sendirian? Kita bisa terus nangis, meluk bantal sampai basah, mendengarkan lagu-lagu galau, dst. Bisa nambah kacau tuh!

3. Konsultasikan Pada Ahlinya

Tentu tahu maksudnya ‘kan, siapa yang dibicarakan di sini? Yep! psikolog atau psikiater. Jadi kalau gejala ‘mendadak sedih’ ini sudah melampaui level normal, kita jangan sampai tinggal diam. Enggak mau ‘kan kesedihan mendadak itu mengganggu aktivitas sehari-hari kita?

4. Berdoa

Cara ini bisa jadi pilihan utama yang gampang-gampang susah. Gampang, karena kita enggak perlu tempat atau waktu tertentu, enggak perlu bayar jasa konsultasi juga. Allah Swt ‘kan Maha Baik, Maha Kuasa, Maha Segalanya. Susahnya itu, kita mesti benar-benar memasrahkan diri dan yakin seyakin-yakinnya akan kekuasaan Tuhan. Insya Allah hati akan lebih damai dan bawaannya ringan.

6. Konsultasi ke Psikolog




Gangguan bipolar



Gangguan bipolar adalah gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat ekstrim berupa mania dan depresi, karena itu istilah medis sebelumnya disebut dengan manic depressive. Suasana hati penderitanya dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar) yang berlawanan yaitu kebahagiaan (mania) dan kesedihan (depresi) yang berlebihan tanpa pola atau waktu yang pasti.

Setiap orang pada umumnya pernah mengalami suasana hati yang baik (mood high) dan suasana hati yang buruk (mood low). Akan tetapi, seseorang yang menderita gangguan bipolar memiliki ayunan perasaan (mood swings) yang ekstrim dengan pola perasaan yang mudah berubah secara drastis. Suatu ketika, seorang pengidap gangguan bipolar bisa merasa sangat antusias dan bersemangat (mania). Saat suasana hatinya berubah buruk, ia bisa sangat depresi, pesimis, putus asa, bahkan sampai mempunyai keinginan untuk bunuh diri. Suasana hati meningkat secara klinis disebut sebagai mania, atau di saat ringan disebut hipomania. Individu yang mengalami episode mania juga sering mengalami episode depresi, atau episode campuran di saat kedua fitur mania dan depresi hadir pada waktu yang sama. Episode ini biasanya dipisahkan oleh periode suasana hati normal, tetapi dalam beberapa depresi individu dan mania mungkin berganti dengan sangat cepat yang dikenal sebagai rapid-cycle. Episode manik ekstrim kadang-kadang dapat menyebabkan gejala psikosis seperti delusi dan halusinasi. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara dua minggu sampai lima bulan. Sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama. Episode hipomanik mempunyai derajat yang lebih ringan daripada manik. Gangguan bipolar dibagi menjadi bipolar I, bipolar II, cyclothymia, dan jenis lainnya berdasarkan sifat dan pengalaman tingkat keparahan episode suasana hati; kisaran sering digambarkan sebagai spektrum bipolar.

Insiden gangguan bipolar berkisar antara 0,3% - 1,5% yang persentasenya tergolong rendah jika dibandingkan dengan persentase insiden yang dikategorikan skizofrenia. Gangguan bipolar saat ini sudah menjangkiti sekitar 10 hingga 12 persen remaja di luar negeri. Di beberapa kota di Indonesia juga mulai dilaporkan penderita berusia remaja. Risiko kematian terus membayangi penderita gangguan bipolar, dan itu lebih karena mereka mengambil jalan pintas.

Episode pertama bisa timbul mulai dari masa kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita gangguan bipolar, risiko penyakit akan lebih berat, berkepanjangan, bahkan sering kambuh. Sementara anak-anak berpotensi mengalami perkembangan gangguan ini ke dalam bentuk yang lebih parah dan sering bersamaan dengan gangguan hiperaktif defisit atensi. Orang yang berisiko mengalami gangguan bipolar adalah mereka yang mempunyai anggota keluarga mengidap gangguan bipolar.


Gangguan bipolar dapat terlihat sangat berbeda pada orang yang berbeda. Gejala bervariasi dalam pola mereka, keparahan, dan frekuensi. Beberapa orang lebih rentan terhadap baik mania atau depresi, sementara yang lain bergantian sama antara dua jenis episode. Gangguan suasana hati sering terjadi pada seseorang, sementara yang lain hanya mengalami sedikit selama seumur hidup.

Ada empat jenis episode suasana hati pada penderita gangguan bipolar, yakni mania, hipomania, depresi, dan episode campuran. Setiap jenis episode suasana hati gangguan bipolar memiliki gejala yang unik.




Tanda dan gejala depresi bipolar



Gejala-gejala dari tahap depresi gangguan bipolar adalah sebagai berikut:
  • Suasana hati yang murung dan perasaan sedih yang berkepanjangan.
  • Sering menangis atau ingin menangis tanpa alasan yang jelas.
  • Kehilangan minat untuk melakukan sesuatu.
  • Tidak mampu merasakan kegembiraan.
  • Mudah letih, tak bergairah, tak bertenaga.
  • Sulit konsentrasi.
  • Merasa tak berguna dan putus asa.
  • Merasa bersalah dan berdosa.
  • Rendah diri dan kurang percaya diri.
  • Beranggapan masa depan suram dan pesimistis.
  • Berpikir untuk bunuh diri.
  • Hilang nafsu makan atau makan berlebihan.
  • Penurunan berat badan atau penambahan berat badan.
  • Sulit tidur, bangun tidur lebih awal, atau tidur berlebihan.
  • Mual sehingga sulit berbicara karena menahan rasa mual, mulut kering, susah buang air besar, dan terkadang diare.
  • Kehilangan gairah seksual.
  • Menghindari komunikasi dengan orang lain.



Faktor penyebab




Genetika


Genetika bawaan adalah faktor umum penyebab gangguan bipolar. Seseorang yang lahir dari orang tua yang salah satunya merupakan pengidap gangguan bipolar memiliki risiko mengidap penyakit yang sama sebesar 15 % hingga 30%. Bila kedua orangtuanya mengidap gangguan bipolar, maka berpeluang mengidap gangguan bipolar sebesar 50% - 75%. Kembar identik dari seorang pengidap gangguan bipolar memiliki risiko tertinggi kemungkinan berkembangnya penyakit ini daripada yang bukan kembar identik. Penelitian mengenai pengaruh faktor genetis pada gangguan bipolar pernah dilakukan dengan melibatkan keluarga dan anak kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10% - 15% keluarga dari pasien yang mengalami gangguan bipolar pernah mengalami satu episode gangguan suasana hati.


Fisiologis



Sistem neurokimia dan gangguan suasana hati
Salah satu faktor utama penyebab seseorang mengidap gangguan bipolar adalah terganggunya keseimbangan cairan kimia utama di dalam otak. Sebagai organ yang berfungsi menghantarkan rangsang, otak membutuhkan neurotransmitter (saraf pembawa pesan atau isyarat dari otak ke bagian tubuh lainnya) dalam menjalankan tugasnya. Norepinephrin, dopamin, dan serotonin adalah beberapa jenis neurotransmitter yang penting dalam penghantaran impuls syaraf. Pada penderita gangguan bipolar, cairan-cairan kimia tersebut berada dalam keadaan yang tidak seimbang.

Sebagai contoh, ketika seorang pengidap gangguan bipolar dengan kadar dopamin yang tinggi dalam otaknya akan merasa sangat bersemangat, agresif dan percaya diri. Keadaan inilah yang disebut fase mania. Sebaliknya dengan fase depresi yang terjadi ketika kadar cairan kimia utama otak itu menurun di bawah normal, sehingga penderita merasa tidak bersemangat, pesimis dan bahkan keinginan untuk bunuh diri yang besar.

Seseorang yang menderita gangguan bipolar menandakan adanya gangguan pada sistem motivasional yang disebut dengan behavioral activation system (BAS). BAS memfasilitasi kemampuan manusia untuk memperoleh penghargaan (pencapaian tujuan) dari lingkungannya. Hal ini dikaitkan dengan positive emotional states, karakteristik kepribadian seperti ekstrovert (bersifat terbuka), peningkatan energi dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur saraf dalam otak yang melibatkan dopamin dan perilaku untuk memperoleh penghargaan. Peristiwa kehidupan yang melibatkan penghargan atau keinginan untuk mencapai tujuan diprediksi meningkatkan episode mania tetapi tidak ada kaitannya dengan episode depresi. Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait dengan perubahan pada episode mania.



Sistem neuroendokrin
Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan mempengaruhi hipotalamus yang berfungsi mengontrol kelenjar endokrin dan tingkat hormon yang dihasilkan. Hormon yang dihasilkan hipotalamus juga mempengaruhi kelenjar pituaritas. Kelenjar ini terkait dengan gangguan depresi seperti gangguan tidur dan rangsangan selera. Berbagai temuan mendukung hal tersebut, bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari cortisol (hormon adrenocortical) yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh produksi yang berlebih dari pelepasan hormon rotropin oleh hipotalamus. Produksi yang berlebih dari cortisol pada orang yang depresi juga menyebabkan semakin banyaknya kelenjar adrenal. Banyaknya cortisol tersebut juga berhubungan dengan kerusakan pada hipoccampus dan penelitian juga telah membuktikan bahwa pada orang depresi menunjukkan hipoccampal yang tidak normal. Penelitian mengenai Cushing’s Syndrome juga dikaitkan dengan tingginya tingkat cortisol pada gangguan depresi.



Lingkungan

Gangguan bipolar tidak memiliki penyebab tunggal. Tampaknya orang-orang tertentu secara genetis cenderung untuk mengidap gangguan bipolar, namun tidak semua orang dengan kerentanan mewarisi penyakit berkembang yang menunjukkan bahwa gen bukanlah satu-satunya penyebab. Beberapa studi pencitraan otak menunjukkan perubahan fisik pada otak penderita gangguan bipolar. Dalam penelitian lain disebutkan, gangguan ini juga disebabkan oleh poin ketidakseimbangan neurotransmitter, fungsi tiroid yang abnormal, gangguan ritme sirkadian dan tingkat tinggi hormon stres kortisol. Faktor eksternal lingkungan dan psikologis juga diyakini terlibat dalam pengembangan gangguan bipolar. Faktor-faktor eksternal yang disebut pemicu dapat memulai episode baru mania atau depresi dan membuat gejala yang ada memburuk, namun banyak episode gangguan bipolar terjadi tanpa pemicu yang jelas.

Penderita penyakit ini cenderung mengalami faktor pemicu munculnya penyakit yang melibatkan hubungan antarperseorangan atau peristiwa-peristiwa pencapaian tujuan (penghargaan) dalam hidup. Contoh dari hubungan perseorangan antara lain jatuh cinta, putus cinta, dan kematian sahabat. Sedangkan peristiwa pencapaian tujuan antara lain kegagalan untuk lulus sekolah dan dipecat dari pekerjaan. Selain itu, seorang penderita gangguan bipolar yang gejalanya mulai muncul saat masa ramaja kemungkinan besar mempunyai riwayat masa kecil yang kurang menyenangkan seperti mengalami banyak kegelisahan atau depresi. Selain penyebab di atas, alkohol, obat-obatan dan penyakit lain yang diderita juga dapat memicu munculnya gangguan bipolar.

Di sisi lain, keadaan lingkungan di sekitarnya yang baik dapat mendukung penderita gangguan ini sehingga bisa menjalani kehidupan dengan normal. Berikut ini adalah faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya gangguan bipolar:

Stres merupakan peristiwa kehidupan yang dapat memicu gangguan bipolar pada seseorang dengan kerentanan genetik. Peristiwa ini cenderung melibatkan perubahan drastis atau tiba-tiba-baik atau buruk seperti akan menikah, akan pergi ke perguruan tinggi, kehilangan orang yang dicintai, atau dipecat dalam pekerjaan.
Penyalahgunaan zat tidak menyebabkan gangguan bipolar, itu dapat membawa pada sebuah episode dan memperburuk perjalanan penyakit. Obat-obatan seperti kokain, ekstasi dan amphetamine dapat memicu mania, sedangkan alkohol dan obat penenang dapat memicu depresi.
Obat-obat tertentu, terutama obat-obatan antidepresan, bisa memicu mania. Obat lain yang dapat menyebabkan mania termasuk obat flu, penekan nafsu makan, kafein, kortikosteroid dan obat tiroid.
Perubahan musiman merupakan episode mania dan depresi sering mengikuti pola musiman. Episode mania lebih sering terjadi selama musim panas, dan episode depresif lebih sering terjadi selama musim dingin, musim gugur, serta musim semi (untuk negara dengan 4 musim).
Kurang tidur atau melewatkan beberapa jam istirahat dapat memicu episode mania.



Kadang kita mesti terus mengingatkan diri sendiri, kalau kita ini tidak pernah benar-benar sendirian...





references by ngasih.com, wikipedia

 
Like us on Facebook