MASUKAN KATA DI KOTAK BAWAH INI UNTUK MENCARI.. LALU KLIK TOMBOL "SEARCH"

January 13, 2015

Kisah Tragis AirAsia QZ8501, Anak Ini Jadi Sebatang Kara Setelah Keluarganya Tewas

Baca Artikel Lainnya

Ciara Natasya, gadis yang harus merelakan ayah, ibu dan kedua saudaranya meninggal akibat kecelakaan pesawat AirAsia rute Surabaya-Singapura akhir tahun lalu. Ciara Natasya nampak pasrah menatap peti mati yang berisi ibu dan dua saudaranya yang kini telah meninggal dunia.

Wajah Chiara Natasha yang 11 hari terus muram, bertambah sedih saat melihat kedatangan peti mati jenazah ibu dan kakaknya. Mata sayu gadis 15 tahun itu terus saja memandangi dua peti mati putih di depannya.


Sebagaimana diberitakan, Indah Juliangsih, ibu dari Ciara dan kakaknya, Nico Geovani (18); serta adiknya, Justin Giovani (10) telah berhasil ditemukan oleh tim Basarnas namun hingga kini ayahnya, Heru Mantotanus masih belum ditemukan hingga saat ini. Kini jenasah tiga orang korban AirAsia tersebut telah dimakamkan di  pemakaman Sentonglawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
 
Sebenarnya akhir tahun 2014 yang lalu seharusnya menjadi saat yang menyenangkan dan membahagiakan keluarga Ciara, karena saat itu, semua keluarga Ciara yang terdiri dari ayah ibu dan dua saudaranya berencana mengunjungi Ciara yang saat itu sedang berkuliah disalah satu sekolah di Singapura. Namun ternyata takdir menentukan lain, Ciara harus menerima kenyataan yang sangat berat karena harus kehilangan ayah ibu dan kedua adiknya yang diketahui sebagai korban dari pesawat AirAsia yang mereka tumpangi.


Pemakaman ibu dan dua anak, tiga penumpang pesawat AirAsia QZ 8501, di Kompleks Pemakaman Sentong Baru Lawang, Kabupaten Malang berlangsung khidmat.

Tiga penumpang yang menjadi korban terdiri dari seorang ibu dan dua anak laki-lakinya, Indah Ju Liangsih (41 tahun), Justin Giovani (9) dan Nico Giovani (17).

Dalam pemakaman tersebut hadir pula anak perempuan Indah Ju Liangsih, Ciara Natasha (15), satu-satunya anggota keluarga yang tidak berada di dalam pesawat QZ 8501 pada 28 Desember 2014.

Keluarga korban berharap, keberadaan Hermanto Tanus, suami dan orangtua korban yang juga menjadi penumpang AirAsia, bisa diketahui keberadaannya.



“Kami berharap penumpang yang lain bisa diketemukan,” kata Fany, kerabat korban di Pemakaman Sentong Baru Lawang, Minggu 11 Januari 2015.

Tiga peti jenazah tiba sekitar pukul 11.00 WIB di pemakaman, setelah berangkat dari rumah persemayaman Adi Jasa, Surabaya, pada Minggu pagi.

Tiga liang yang digali berdekatan satu dengan yang lain telah dipersiapkan sebelumnya. Berada di lereng Gunung Arjuno, makam satu keluarga itu berdiri menghadap ke arah matahari terbit.

Di sekitar makam, kerabat dan rekan korban melakukan pemberkatan jenazah. Seluruh peserta takziah kemudian bergantian menabur bunga, sebelum peti jenazah diturunkan ke liang lahat.

Tak terkecuali, satu-satunya anak korban yang selamat dari tragedi itu, Ciara Natasha. Mengenakan setelan baju dan celana warna putih, Ciara tampak tegar sepanjang proses pemakaman.

Gadis berusia 15 tahun itu terlihat sangat kooperatif dan mematuhi arahan dari pemuka agama selama proses pemberkatan jenazah. Duka hilangnya seluruh keluarganya sejak 28 Desember 2014 lalu seolah ingin disimpan dan dipikulnya sendiri.

“Ciara segera sekolah lagi. Siapa yang akan mengurus dia, akan jadi masalah keluarga kami sendiri,” lanjut Fany.

 

Chiara Kembali ke Singapura, Risma Titip Surat dan Batik untuk Kepsek

 Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, sudah bertemu langsung dengan Chiara, Senin (12/1/2015) kemarin dan menitipkan sepucuk surat untuk kepala sekolah Chiara. Selain surat, Risma juga menitipkan oleh-oleh berupa kain batik khas Surabaya kepada kepala sekolah Chiara itu.

Menurut Kepala bagian Humas Pemkot Surabaya, Muhammad Fikser, surat tersebut berisi pemohonan agar sekolah memberikan keringanan jika suatu saat Chiara diminta pulang pergi ke Indonesia untuk keperluan pengurusan administrasi kompensasi keluarga korban pesawat AirAsia.

"Surat tersebut juga berisi permohonan agar sekolah memberikan perhatian lebih kepada kondisi psikologi Chiara yang masih tertekan," kata Fikser, Selasa (13/1/2015).

Sementara kain batik dan oleh-oleh khas Surabaya juga dikirimkan sebagai tanda, bahwa Chiara adalah putri daerah Kota Surabaya. "Ini juga biar pihak sekolah mengetahui, bahwa Chiara adalah putri Bu Risma saat ini," tambah dia.

Chiara adalah salah satu kisah sedih yang dialami keluarga korban pesawat yang hilang sejak 28 Desember dalam perjalanan dari Surabaya ke Singapura itu. Saat keluarganya bertolak ke Singapura, Chiara sudah menunggu sekian lama di Bandara Changi Singapura. Selama berada di Bandara Changi, dia tidak mendengar informasi apa pun, termasuk pesawat AirAsia yang putus komunikasi di atas perairan Pangkalan Bun.

Setelah beberapa lama menunggu, Chiara kembali ke asramanya. Chiara tetap tidak mengetahui bila keluarganya gagal sampai Singapura. Dia baru mengetahui setelah diberi tahu keluarga lain bahwa orangtuanya tidak bisa ke Singapura.






Ciara selamat dari tragedi itu lantaran gadis cilik itu sedang menuntut ilmu di Singapura. Ketika kedua orangtua dan dua saudara laki-lakinya berangkat ke Singapura menumpang AirAsia dari Bandara Juanda Surabaya pada 28 Desember, Ciara sudah ada di Singapura menanti kedatangan keluarganya dari Surabaya.

Namun, setelah pesawat dinyatakan hilang kontak, Ciara yang berduka diboyong ke Surabaya oleh AirAsia atas permintaan kerabatnya.

Dari empat anggota keluarganya yang ada di dalam pesawat itu, hanya Hermanto Tanus, ayah Ciara yang belum diketahui keberadaanya. Selain kerabat, sejumlah karyawan dari PT Bogasari Mils Surabaya, juga ikut hadir memberikan penghormatan terakhir pada keluarga Tanus. 



Seperti diketahui, Hermanto Tanus disebut sebagai Vice President Finance di PT Bogasari Flour Mils.  













references by vivanews, newsth, kompas

 
Like us on Facebook